Teknologi

Pengamat nilai perlu regulasi untuk OTT dapat industri sehat


Jakarta (ANTARA) – Pengamat ekonomi digital sekaligus Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute Heru Sutadi menilai perlu ada regulasi untuk layanan over-the-top (OTT) guna menghadirkan persaingan yang sehat di industri seluler.

“Memang regulasi terkait dengan OTT ini menjadi hal yang begitu dinantikan juga oleh terutama pelaku industri telekomunikasi,” ucap Heru di Jakarta, Rabu.

Heru mengatakan bahwa industri telekomunikasi di Indonesia telah mengalami disrupsi yang cukup dalam seiring hadirnya layanan OTT. Dia mencontohkan semakin turunnya trafik layanan SMS atau panggilan suara seluler yang kini digantikan oleh penyedia layanan OTT seperti WhatsApp atau Telegram.

Baca juga: Kominfo formulasikan aturan proposional untuk OTT

Dia menilai bahwa saat ini mayoritas layanan komunikasi lebih mengandalkan platform OTT, yang menggunakan infrastruktur yang disediakan oleh operator telekomunikasi.

Perubahan itu berdampak kepada posisi operator telekomunikasi yang sekarang cenderung menjadi penyedia infrastruktur tanpa mendapatkan manfaat finansial yang sebanding. Selain itu, kata dia, perusahaan OTT hingga saat ini juga tidak dikenakan pungutan untuk Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

“Sampai saat ini OTT itu tidak dikenakan PNBP, seperti halnya penyelenggara jaringan dan jasa telekomunikasi. Jangankan PNBP, mereka yang tidak memiliki badan usaha tetap di Indonesia itu tidak membayar PPh (pajak penghasilan),” kata Heru.

Padahal, ucap Heru, potensi pemasukan negara dari pungutan terhadap perusahaan OTT tersebut sangat besar. Oleh karena itu, dia menilai pentingnya pengaturan terhadap layanan OTT untuk memastikan adanya keseimbangan yang adil dan berkelanjutan di antara pelaku industri telekomunikasi dan OTT.

Dia mengatakan Indonesia bisa belajar dari sejumlah negara seperti Austria, Prancis, Hungaria, Italia, Portugal, Spanyol, Turki, dan Inggris yang telah menerapkan Digital Services Task (DST).

“Jadi, sayang sekali kalau beban pajaknya itu hanya dibebankan di industri telekomunikasi sementara OTT tidak dibebankan pajak, PNBP-nya enggak ada,” kata dia.

Baca juga: Kemenkominfo harap OTT tiru langkah opsel cegah penipuan online

Baca juga: Agar platform digital “gercep” putus akses konten negatif

Baca juga: Kemenkominfo aktif awasi konten tak patut di platform digital

Pewarta: Fathur Rochman
Editor: Natisha Andarningtyas
Copyright © ANTARA 2023


Source link

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button