Ekonomi

Harga Minyak Goreng Pemerintah Bakal Naik, Bisa Picu Kenaikan Harga Migor Keseluruhan?


Suara.com – Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) berencana menaikkan Harga Eceran Tertinggi (HET) minyak goreng MinyaKita dari harga awal Rp14.000 jadi Rp15.000 per liter.

Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mengatakan, saat ini pihak terkait masih membahas terkait keputusan harga minyak goreng MinyaKita naik tersebut.

Namun demikian, ia menyebut, meski HET Minyakita saat ini adalah Rp14 ribu per liter,  keputusan akhir akan mempertimbangkan perkembangan inflasi dan perlu dilakukan rapat terlebih dahulu. 

Ia menambahkan bahwa pihak Kemendag akan tetap mentoleransi penjualan Minyakita dengan harga Rp14.500 per liter jika terjadi.

“Masih ditolerir sepanjang tidak terlalu tinggi,” kata dia.

Secara terpisah, Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Kemendag, Isy Karim menjelaskan, pihaknya masih mengkaji kemungkinan kenaikan HET minyak goreng, salah satunya mempertimbangkan dampaknya terhadap pasar.

Isy Karim menyebut bahwa harga Minyakita bervariasi di setiap pasar, namun rata-rata sudah mencapai Rp15 ribu per liter.

Ia juga menjelaskan, meski dengan penjualan di atas HET, harganya masih bisa ditoleransi karena tidak terlalu mahal.  Sebelumnya, Minyakita sempat mengalami kelangkaan di pasar tradisional awal tahun ini, dan harganya terkadang dijual di atas HET Rp14 ribu per liter.

Pada Januari, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan telah mengumumkan langkah untuk meningkatkan pasokan dalam negeri (DMO) Minyakita sebesar 50 persen dari 300 ribu ton menjadi 450 ribu ton per bulan sebagai upaya mengatasi kelangkaan dan fluktuasi harga.

Dampak Kenaikan Harga MinyaKita pada Minyak Goreng

Meski tidak bisa dianggap berdampak secara langsung, kenaikan harga minyak goreng Minyakita yang dianggap sebagai ‘minyak goreng subsidi’ dari pemerintah berpotensi memicu kenaikan harga minyak goreng secara umum.

Direktur Eksekutif Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute (Paspi), Tungkot Sipayung pada September lalu mengingatkan pemerintah meninggal agar lebih berhati-hati menangani isu minyak goreng.

Ia berharap, regulator senantiasa bersiap menghadapi kenaikan harga minyak goreng di masa depan. Indonesia sebagai produsen minyak sawit terbesar, kata dia, seharusnya dapat mengantisipasi masalah tersebut.

Tungkot berharap, semua pihak, termasuk pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat, belajar dari kasus sebelumnya dan berupaya memperbaiki situasi. Selain itu, Tungkot menyoroti perlunya fokus pada penyusunan regulasi dan tata kelola pasar minyak goreng yang efektif.

Indonesia sebagai produsen dan konsumen minyak sawit terbesar di dunia memiliki pertumbuhan penduduk dan ekonomi, konsumsi oleofood, khususnya minyak goreng yang diprediksi akan terus meningkat.

Berbagai studi menunjukkan bahwa pasar minyak nabati dunia kemungkinan akan mengalami kelebihan permintaan hingga tahun 2050, yang dapat menyebabkan kenaikan harga minyak sawit.

Tungkot memperingatkan bahwa kelangkaan minyak goreng domestik mungkin sering terjadi di masa depan jika tidak ada perubahan kebijakan.

Ia juga menyebutkan bahwa kenaikan harga minyak nabati dunia, termasuk minyak sawit, dapat menciptakan dilema antara mengekspor untuk mencari devisa dan memastikan pasokan domestik.

Sebagai solusi, Tungkot menyarankan untuk membagi tanggung jawab, dengan korporasi swasta fokus pada ekspor untuk mendapatkan devisa, sementara BUMN seperti PTPN, ID Food, dan Bulog bertanggung jawab terutama pada penyediaan minyak goreng untuk masyarakat menengah-bawah. 


Source link

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button