Ekonomi

RHL Dukung Ketahanan Pangan dan Tingkatkan Kesejahteraan Masyarakat


Suara.com – Pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) serius menjalankan program Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) sebagai salah satu program strategis dan berkelanjutan. Kegiatan RHL secara masif ini dimaksudkan sebagai upaya meningkatkan fungsi hutan dan lahan, mendukung ketahanan pangan dan mwningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Sasaran kegiatan RHL secara Nasional di laksanakan dalam kerangka Reforestasi (didalam Kawasan hutan) dan Aforestasi (diluar Kawasan hutan) yang dalam pelaksanaannya melibatkan peran serta Masyarakat secara aktif.

Kunci keberhasilan RHL terletak pada menyatunya jalinan dan interaksi dua arah antara kebijakan pemerintah dengan pemenuhan kebutuhan Masyarakat. Dalam hal ini konsep RHL tidak hanya mengedepankan aspek konservasi saja namun bagaimana menterjemahkan dilapangan mampu meningkatkan kesejahteraan Masyarakat.

Tercatat selama kurun waktu 2015-2023, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melalui Direktorat Jenderal Pengelolaan DAS dan Rehabilitasi Hutan (PDASRH) telah berhasil merehabilitasi lahan seluas 1.887.211 Hektar, melalui program reboisasi, Kebun Bibit Rakyat, Penyediaan bibit berkualitas, rehabilitasi DAS dan Reklamasi.

Direktorat Jenderal PDASRH melakukan beberapa terobosan dalam rangka koreksi kebijakan tata Kelola rehabilitasi hutan dan lahan berbasis outcome berkelanjutan.

RHL harus dapat dirasakan oleh Masyarakat dan memberikan nilai manfaat secara ekonomi, dan social kelembagaan. Dalam hal ini Masyarakat ditempatkan sebagai subyek pelaksana kegiatan dengan cara swakelola.

Untuk mengakomodir kebutuhan Masyarakat didalam Kawasan hutan maka pola agroforestry sangat tepat di implementasikan, dalam hal ada sinergitas komoditi tanaman kayu kayuan dengan tanaman MPTS (Multi Purpose Tree Species) berupa HHBK (Hasil Hutan Bukan Kayu) dan buah buahan serta tanaman semusim.

Saat ini kita sudah dapat melihat hasil nyata keberhasilan tanaman RHL di beberapa wilayah provinsi di Indonesia. Selain meningkatkan tutupan lahan, maka untuk tanaman HHBK khususnya buah buahan yang sudah dapat mulai dipanen pada umur tanaman 4-5 tahun.

Antara lain Alpukat dan klengkeng di provinsi Lampung, Pete dan kacang macademia di Provinsi Jawa Tengah, Jambu Mete di Provinsi Gorontalo.

RHL di hutan lindung Gunung Balak, Lampung seluas 15 Hektar adalah contoh success story implementasi kebijakan RHL yang melibatkan Masyarakat secara utuh. Hutan lindung yang semula dalam kondisi kritis dan didominasi tanaman semusim seperti jagung dan singkong oleh Masyarakat dapat beralih secara pelan namun pasti alih komoditi ke tanaman kayu kayuan (MPTS).

Masyarakat sudah merasakan secara langsung hasilnya dan secara signifikan mampu menambah ekonomi keluarga.

Kepala Balai PDAS Way Seputih Sekampung, Idi Bantara sangat berperan dalam kesuksesan RHL di gunung Balak ini melalui pendekatan langsung kepada Masyarakat dan pendampingan secara terus menerus sehingga mampu menumbuhkan kepercayaan dan komitmen Masyarakat.

Menurut penjelasan idi Bantara “satu batang bibit alpukat umur 3 hingga 4 tahun mampu menghasilkan buah minimal 100 kg per tahun sehingga asumsinya dalam 1 hektar terdapat 400 batang maka dapat menghasilkan 40.000 kg buah alpukat. Apabila harga 1 kg Rp.10.000 saja maka per hektar mampu menghasilkan Rp.400.000.000”

Pada provinsi Gorontalo salah satu keberhasilan RHL berbasis Masyarakat dapat dilihat di KPH wilayah VI Gorontalo, desa Totopo, Kecamatan Bilato, Kabupaten Gorontalo. Pada umur tanaman 4 tahun sudah mulai panen jambu mete dengan produksi dan kualitas yang cukup menggembirakan.

Dalam satu batang pohon mampu menghasilkan buah jambu mete sebanyak rata rata 10 kg per panen. apabila harga pasar kacang mete dalam bentuk mentah Rp. 80.000 – Rp. 200.000 maka dapat dihitung berapa pendapatan yang masuk ke petani.

Selain tanaman RHL, Kebun Bibit Rakyat (KBR) yang merupakan program unggulan KLHK berbasis Masyarakat juga telah menunjukan hasilnya di lapangan, selain komoditas kayu maka jenis buah buahan juga sudah mulai berproduksi.

Di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2022 sebagian tanaman MPTS mulai berbuah, puncaknya pada tahun 2023 semua jenis tanaman sudah menghasilkan buah seperti petai, Mangga, Alpukat, Nangka, Kedondong, durian dan rambutan. Hasil panen tersebut sudah di distribusikan ke wilayah sekitar jawa Tengah hingga Jakarta.


Source link

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button